Selasa, 19 April 2022

Bagaimana Hukum Penukaran Uang Receh ?


Orang indonesia itu suka salah kaprah dalam menyebut istilah mu'amalah.

✅ Akad bai' (jual beli) disebut dengan kata "minta", misalnya: "Bu, saya minta nasi pecelnya seporsi sama kerupuknya". Kadang disebut mengambil, misalnya:  "Saya kemarin ambil mobil di showroom".

✅ Akad wakalah (pemberian kuasa traksaksi) disebut dengan titip, misalnya: "Ini saya titip belikan buku ya".

✅ Akad ijarah (sewa jasa) disebut sebagai jual beli atau penukaran. Misalnya di kasus penukaran uang receh di mana seseorang yang membutuhkan uang receh memakai jasa orang lain agar memberikan uang recehan dengan kesepakatan imbalan jasa.

✴️ Akan menjadi runyam ceritanya apabila istilah salah kaprah ala orang indonesia itu dipahami apa adanya sehingga "minta" dianggap gratisan, "ambil" dianggap pencurian, "nitip" dianggap wadi'ah, atau nukar uang recehan dianggap bai' sehingga riba.

Dalam mu'amalah, kaidahnya adalah:

العبرة بالمقاصد والمعاني لا بالألفاظ والمباني

"Yang diperhitungkan secara hukum adalah maksud dan makna kontekstualnya, bukan redaksi atau pun diksinya"

Sumber fb (KH.Abdul Wahab)

Rabu, 13 April 2022

Bagaimana Membaca AlQuran Di Jalan ?


Adab Membaca Al Qur'an 

Oleh : Dafid Fuadi 

Tidak diragukan lagi bagi setiap muslim bahwa  membaca Al Qur'an mempunyai keutamaan dan pahala yang agung. Nilai pahala membaca Al Quran dihitung berdasarkan huruf yang ia baca. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».

“ Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. At -Tirmidzi)

Tentunya dalam membaca Al Qur'an harus memperhatikan adab-adabnya, di antaranya adalah sebagai berikut :

Al Imam Al Bahuti menjelaskan :

(( لا يجوز رفع الصوت بالقرآن في الأسواق مع اشتغال أهلها بتجارتهم وعدم استماعهم له، لما فيه من الامتهان. ))  (  شرح منتهى الإرادات المسمى دقائق أولي النهى لشرح المنتهى:   1 /242)

"Tidak boleh membaca Al Qur'an mengeraskan suara membaca Al Qur'an di tempat2 perbelanjaan dalam kondisi orang2nya sibuk dengan perdagangannya, dan tidak bisa mendengarkan bacaan Al Qur'an tersebut, karena hal tersebut justru bisa menghinakan Al Qur'an". (Syarah Muntahal Iradat yg dinamai Daqaidu Ulin Nuha Lisyarhil Muntaha, juz 1, hal. 242)

قال الشيخ نووي البنتني: من تعظيم القران واحترامه ان لا يقرأ في الأسواق ومواطن اللغط واللغو ومجمع السفهاء (كتاب قامع الطغيان ص : ٨)

Syaikh Nawawi Banten berkata: Sebagian dari mengagungkan dan menghormati Al-Qur'an itu adalah tidak membaca Qur'an di tempat tempat perbelanjaan, di tempat bersenda gurau, di tempat nongkrong.(Kitab Qomi'ut Thughyan hal : 8)

Syaikh Ibrahim bin Muhammad al Halabi (w. 956 H) menjelaskan :

(( يجب على القارئ احترامه بأن لا يقرأه في الأسواق ومواضع الاشتغال ، فإذا قرأه فيها كان هو المضيع لحرمته ، فيكون الإثم عليه دون أهل الاشتغال دفعا للحرج )) .(شرح المنية)

"Wajib bagi pembaca Al Quran untuk menghormati Al Quran yaitu dengan tidak membacanya di tempat2 perbelanjaan dan tempat2 kesibukan manusia. Jika dia membaca al Quran di tempat2 tersebut berarti dia telah menyia2kan kehormatan Al Quran dan dialah yang  berdosa bukan orang2 yang sedang sibuk itu, karena dalam rangka menolak kesulitan bagi mereka." (Syarhul Munyah)

 Al Imam Ath Thahawi menjelaskan :

 وقالوا: الواجب على القارىء إحترام القرآن بأن لا يقرأ في الأسواق ومواضع الإشتغال فإذا قرأ فيها كان هو المضيع لحرمته فيكون الإثم عليه دون أهل الإشتغال.
(حاشية الطحطاوي على مراقي الفلاح شرح نور الإيضاح (ص: 228))

"Para Ulama berkata : "Wajib bagi pembaca Al Quran untuk menghormati Al Quran yaitu dengan tidak membacanya di tempat2 perbelanjaan dan tempat2 kesibukan manusia. Jika dia membaca al Quran di tempat2 tersebut berarti dia telah menyia2kan kehormatan Al Quran itu. Dialah yang  berdosa bukan orang2 yang sedang sibuk."(Hasyiyah ath Thahawi 'Ala Maraqil Al Falah Syarh Nuril Idhah, hal. 228)

نسأل الله سبحانه وتعالى بأسمائه الحسنى وصفاته العلى وبانبيائه ورسله واوليائه أن يلهمنا رشدنا، وأن يعيذنا من شرور أنفسنا، وأن يجنبنا غوايات الشيطان، وأن يجعلنا في قرة عين نبينا سيدنا محمد صلى الله عليه وال وسلم. آمين.

Sabtu, 09 April 2022

Suntik Vaksin Saat Berpuasa Batal ?

 Bagaimana hukum suntik Vaksin dan suntik vitamin atau suplemen yang dapat menambah stamina tubuh saat puasa.

Kalau suntik dilakukan di malam hari tidak masalah. Bahkan sahur itu tujuannya adalah untuk menambah stamina tubuh saat puasa, sebagaimana sabda Nabi:

(اﻟﺴﺤﻮﺭ ﻛﻠﻪ ﺑﺮﻛﺔ) ﺃﻱ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﻓﻲ اﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋﻠﻰ اﻟﺼﻮﻡ

Hadis: "Sahur seluruhnya adalah berkah", yakni menambah kekuatan dalam puasa (HR Ahmad, Syarah Hadis Faidl Al-Qadir 4/137)

Tetapi jika suntik vitamin ini dilakukan di siang hari maka kita bahas dulu perincian hukumnya menurut ulama kita:

1. Puasanya batal karena ada benda yang dimasukkan ke dalam bagian tubuh (jauf, menurut pendapat ini tidak sebatas perut dan pencernaan).

2. Tidak batal secara mutlak, sebab masuknya tidak melalui tenggorokan yang berlanjut ke pencernaan.

3. Ini pendapat yang lebih kuat. Diperinci; jika berupa suplemen atau vitamin maka puasanya batal.

Jika bukan Suplemen/ Vitamin misalnya seperti Suntik Vaksin dan yang sejenis obat-obatan lainnya maka diperinci:

- Jika yang disuntikkan melalui saluran pembuluh darah maka batal. 
- Jika dimasukkan melalui otot (kulit, daging) yang tidak terhubung ke dalam perut maka tidak membatalkan 

(Kitab Taqrirat As-Sadidah)

Kamis, 07 April 2022

Mengapa Baca Salawat Di Sela-Sela Tarawih?


 Alasannya karena Rasulullah Saw tidak menganjurkan salat disambung dengan salat berikutnya, kecuali kalau orang tersebut memisah antara keduanya dengan pembicaraan maupun dzikir. Berikut adalah kutipan riwayatnya secara lengkap:

أَنَّ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرٍ أَرْسَلَهُ إِلَى السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ ابْنِ أُخْتِ نَمِرٍ يَسْأَلُهُ عَنْ شَىْءٍ رَأَى مِنْهُ مُعَاوِيَةُ فِى الصَّلاَةِ فَقَالَ صَلَّيْتُ مَعَهُ الْجُمُعَةَ فِى الْمَقْصُورَةِ فَلَمَّا سَلَّمْتُ قُمْتُ فِى مَقَامِى فَصَلَّيْتُ فَلَمَّا دَخَلَ أَرْسَلَ إِلَىَّ فَقَالَ لاَ تَعُدْ لِمَا صَنَعْتَ إِذَا صَلَّيْتَ الْجُمُعَةَ فَلاَ تَصِلْهَا بِصَلاَةٍ حَتَّى تَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِذَلِكَ أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ بِصَلاَةٍ حَتَّى يَتَكَلَّمَ أَوْ يَخْرُجَ. (رواه مسلم رقم  73 وأبو داود رقم  1131) 
“Nafi’ bin Jubair bertanya kepada Saib bin Yazid, putra saudara perempuan Namir, tentang salat yang ia lihat bersama Muawiyah. Saib berkata: Salat salat Jumat bersama Muawiyah di Maqshurah (sebuah batu yang dibangun oleh Muawiyah di dalam Masjid). Setelah saya salam, saya berdiri di tempat saya. Ketika Muawiyah masuk ia mengutus kepada saya dan berkata: “Jangan kembali ke tempat yang telah kamu kerjakan. Jika kamu salat Jumat maka jangan disambung dengan salat lainnya hingga kamu berbicara atau keluar. Karena Nabi Saw memerintahkan seperti itu; (yaitu) agar salat tidak disambung dengan salat lainnya hingga beliau berbicara atau keluar” (HR Muslim No 73, Abu Dawud No 1131, dan lainnya)

Apakah dzikir termasuk dalam kategori hadis diatas? Syaikh Ali Syibramalisi menjawabnya:

ثُمَّ رَأَيْتُ ع ش فِي بَابِ صَلاَةِ النَّفْلِ فِي مَبْحَثِ اْلاِضْطِجَاعِ، كَتَبَ عَلَى قَوْلِ النِّهَايَةِ: أَوْ فَصَلَ بِنَحْوِ كَلاَمٍ، مَا نَصُّهُ: وَلَوْ مِنَ الذِّكْرِ أَوِ اْلقُرْآنِ، لاَنَّ الْمَقْصُوْدَ مِنْهُ تَمْيِيْزُ الصَّلاَةِ الَّتِي فَرَغَ مِنْهَا مِنَ الصَّلاَةِ الَّتِي شَرَعَ فِيْهَا. اهـ (إعانة الطالبين – ج 1 / ص 219)
“Saya (pengarang kitab I’anah ath-Thalibin) melihat penjelasan Ali Syibramalisi menjelaskan perkataan pengarang kitab an-Nihayah (Imam Ramli) tentang ‘memisah satu salat dan salat lainnya dengan perkataan’, beliau berkata: “Meskipun dengan dzikir atau al-Quran. Sebab tujuannya adalah membedakan salat yang awal dengan salat berikutnya yang akan dikerjakan” (I’anah ath-Thalibin 1/188). 

Dan sudah jelas bahwa salawat adalah dzikir dan diperintahkan dalam al-Quran.

Doa Buka Puasa (Allahumma Laka Shumtu) Yang Dituduh Dlaif Dan Bidah


 Ngaji Bareng Daring (Dalam Jaringan/ online) semalam bersama PCI NU Jerman ada pertanyaan yang mengulang terus tiap tahun dari sebuah broadcast yang lagi-lagi menyalahkan doa berbuka puasa "Allahumma Laka Shumtu" yang sudah populer di kalangan Nahdliyyin. Mereka menawarkan doa lain yang sahih, menurut mereka.

Puasa itu waktu yang tepat untuk banyak-banyak ibadah, bukan menghujat atau menyalahkan. Apalagi saat-saat berbuka puasa adalah momentum tepat untuk berdoa kepada Allah. Bahkan orang yang berbuka puasa ini diberi kemakbulan doa sebagaimana dalam hadits:

«ﺇِﻥَّ ﻟِﻠﺼَّﺎﺋِﻢِ ﻋِﻨْﺪَ ﻓﻄﺮﻩ ﻟَﺪَﻋْﻮَﺓً ﻣَﺎ ﺗُﺮَﺩُّ»

"Sungguh bagi orang yang berpuasa -saat berbuka- memiliki doa yang tidak akan tertolak" (HR Ibnu Majah. Bagi yang hendak menilai dhaif karena ikut syekh Albani silahkan cek di kolom komentar bahwa hadis ini memiliki 3 jalur yang menguatkan antara satu dengan lainnya yang saya kutip dari sesama kelompok mereka, Syekh Syuaib Al Arnauth)

Karena saat berbuka adalah waktu istijabah dalam berdoa maka boleh pakai doa apa saja. Mau doa dari Nabi, doa sendiri atau apapun. Sebab doa tidak ada syarat harus sahih atau dhaif.

Terkait tuduhan dhaif dari pengikut syekh Albani maka saya sertakan penilaian sebaliknya dari sesama mereka. Simak saja penjelasan berikut:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ». (رواه أبو داود)

Telah sampai kepada Muadz bin Zuhrah bahwa jika Nabi shalallahu alaihi wasallam berbuka maka berdoa: “Ya Allah, hanya untuk Mu aku berpuasa, atas rezeki Mu aku berbuka” (HR Abu Dawud)

Doa ini dituduh bidah oleh sebagian kalangan lantaran statusnya adalah dhaif. Benarkah? Tidak benar, sebab hadis ini memiliki banyak jalur. Misalnya (1) dalam riwayat Thabrani di kitab Mu’jam Ausath, di dalamnya ada perawi Dawud bin Zabarqan, ia dlaif (2) riwayat Thabrani dalam Mu’jam Kabir, di dalamnya ada perawi Abdul Malik bin Harun, ia dlaif (Majma’ Az-Zawaid 3/204). Kendatipun dlaif, ulama Salafi lainnya berkata dan menegaskan hadis ini memiliki banyak Syawahid:

تعقيب : قال عبد القادر الأرناؤوط 1 / 162 : و لكن له شواهد يقوى بها (روضة المحدثين - ج 10 / ص 304)

Catatan: Abdul Qadir Al-Arnauth berkata: “Namun hadis ini memiliki banyak riwayat eksternal yang menguatkannya” (Hamisy Raudlah Al-Muhadditsin, 10/304)

(Sumber fb KH Ma'ruf Khozin)

Rabu, 06 April 2022

Bolehkah Shalat Malam setelah Shalat Tarawih Dan Witir ?


 Shalat witir hukumnya sunnah. Dinamai witir karena bilangannya ganjil, yaitu satu, tiga, lima, tujuh, Sembilan, atau sebelas raka’at. Rasulullah saw. biasa shalat witir sebelas raka’at yang biasanya ditutup dengan salam setiap dua rakaat, kemudian diakhiri dengan shalat satu raka’at sebagai shalat ganjil. Semestisnya shalat witir itu penutup dari shalat malam. Allah saw. itu satu yang ganjil maka Allah swt. senang yang ganjil.

Namun di bulan Ramadhan kebiasaan di beberapa masjid seringkali menutup shalat tarawih dengan shalat witir, apakah boleh saat di akhir malam shalat tahajjud, shalat hajat dan shalat malam lainnya? Tentu boleh saja seusai tarawih dan witir pada malam hari jelang subuh menambahkan dengan shalat tahajjut dan shalat mala lainnya. 

Rasulullah saw. bersabda: 

عن جابر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من خاف أن لا يقوم من أخر الليل فليوتر أوله ومن طمع أن يقوم أخره فليوتر أخر الليل فإن صلاة أخر الليل مشهودة وذلك أفضل.
Dari Jabir ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesiapa yang khawatir tidak bisa melaksanakan qiyamullail di akhir malam, maka shalat witirlah di awal, dan sesiapa yang berharap bisa qiyamullail di akhir malam maka shalat witirlah di akhir malam. Shalat di akhir malam itu di persaksikan (oleh/kepada malaikat) dan yang demikian itu lebih utama”.
عن أبى سلمة قال: سألت عائشة عن صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت كان يصلي ثلاث عشرة ركعة يصلي ثمان ركعات ثم يوتر ثم يصلي ركعتين وهو جالس فإذا أراد أن يركع قام فركع ثم يصلي ركعتين بين النداء الإقامة من صلاة الصبح (رواه مسلم(
 “diriwayatkan dari Abu Salamah, ia berkata: saya bertanya kepada ‘Aisyah ra. tentang salat (malam) Rasulullah saw., kemudian ‘Aisyah berkata: beliau saw. melakukan salat 13 rakaat. Beliau salat 8 rakaat, kemudian witir. Lalu beliau salat (lagi) dua rakaat dilakukan dengan duduk. Jika beliau akan ruku’, beliau berdiri kemudian ruku’ dan salat dua rakaat antara adzan dan iqamah di waktu salat subuh” (HR. Muslim).
Dalam kitab Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab jilid 3 dijelaskan sebagai berikut. 
إذا أوتر قبل أن ينام ثم قام وتهجد لم ينقض الوتر علي الصحيح المشهور وبه قطع الجمهور بل يتهجد بما تيسر له شفعا
Ketika (seseorang) sebelum tidur  sudah shalat witir, lalu (di tengah/akhir malam) bangun dan shalat tahajud, maka hal itu tidak merusak/membatalkan shalat witir yang sudah dilakukan. Ini menurut pendapat yang shahih dan masyhur. Dan itu pendapat mayoritas (jumhur) ulama.  Namun sebaiknya shalat tahajud yang ringan (tidak yang panjang-panjang) dengan rakaat genap.

(Sumber fb KH M. Cholil N)

Bagaimana Hukum Penukaran Uang Receh ?

Orang indonesia itu suka salah kaprah dalam menyebut istilah mu'amalah. ✅ Akad bai' (jual beli) disebut dengan kata &quo...