Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Hasil (upah) tukang bekam adalah khabits” (HR. Muslim, Tirmidzi dll). Shahih.
Makna “khabits” dalam hadits ini, menurut mayoritas ulama (pendapat shohih) adalah rendah atau makruh dan bukan khabits dalam arti haram. Bahkan, menurut Imam Ibn Abdil Barr dalam at-Tamhid, hadits di atas di naskh keharamannya karena telah terjadi ijma’ kehalalan (upah) bekam, atau maknanya adalah makruh tanzih.
Tentang kehalalan upah dari bekam adalah didasarkan pada hadits:
احْتَجَمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ
“Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan bekam dan memberikan tukang bekamnya upah” (HR. Bukhari)
Al-Mawardi dalam kitabnya, al-Hawi meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib:
أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - احْتَجَمَ وَأَمَرَنِي أَنْ أُعْطِيَ الْحَجَّامَ أُجْرَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan bekam dan memerintahkan aku supaya aku memberi upah kepada tukang bekam”.
Hadits di atas juga merupakan bantahan kepada sebagian ahli hadits yang mengaramkan hasil bekam kerana hanya melihat zhahir haditsnya saja. Bahkan, al-Mawardi juga menyebut pendapat tersebut rusak karena bertentangan dengan banyak hadits yang menjelaskan halalnya upah hasil bekam.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibn Abbas:
عن ابن عباس ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم حجمه عبد لبني بياضة ، فأعطاه أجره ، ولو كان حراما لم يعطه
“Dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibekam oleh seorang hamba sahaya milik Bani Bayadhah, kemudian beliau memberikan upah. Andai upah tersebut haram, tentu beliau tidak akan memberinya” (Ma’rifah as-Sunan wa al-Atsar, XV/262)
Dalam madzhab Syafi’i sendiri, upah hasil bekam adalah makruh karena ia hasil dari pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan najis (darah), seperti membersihkan kotoran hewan dan lain-lain. Adapun hukum bekamnya adalah fardhu kifayah. (Lihat Hasyiyah asy-Syarqawi, II/457).
Tips bekam bagi yang mau bekam sunnah:
Hijamah alar-riiq (bekam dalam keadaan belum makan dan minum) adalah keberkahan, menambah kecerdasan dan menguatkan hafalan. Yang bagus bekam di hari Ahad dan Senin, kurang baik bekam di hari Sabtu dan Rabu (makruh). Bagus lagi dilakukan setelah pertengahan bulan (hijriyyah) sebelum habis bulan. Jangan lupa sehari sebelum dan sesudah bekam jangan menjima’ istri. Dan setelah berbekam, usahakan jangan makan makanan yang asin-asin.
(Bughyah al-Mustarsyidin).
Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar